Freelance Global Membuat Mahasiswa Lebih Mandiri atau Justru Lupa Kuliah?
Belakangan ini, semakin banyak
mahasiswa Indonesia yang terjun ke dunia freelance global. Dengan modal
laptop, internet, dan keterampilan tertentu, mereka bisa menghasilkan dollar
dari rumah. Platform seperti Upwork, Fever, hingga Freelancer
membuka akses kerja lintas negara yang sebelumnya sulit dibayangkan. Fenomena
ini menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia tidak hanya pasif menunggu
peluang kerja setelah lulus, melainkan berani menjemput kesempatan sejak dini.
Langkah ini patut diapresiasi.
Bekerja freelance sambil kuliah bukan sekadar cara bertahan hidup di
tengah biaya pendidikan yang semakin tinggi, tetapi juga menjadi jalan
pembelajaran praktis yang melengkapi pendidikan formal. Banyak hal positif yang
dapat diambil dari fenomena ini.
Salah satu dampak terbesar dari freelance
global adalah kemandirian finansial. Banyak mahasiswa yang mampu membiayai
kuliah, menutup biaya hidup, hingga membantu keluarga hanya dengan penghasilan
proyek online. Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa tidak lagi sepenuhnya
bergantung pada orang tua. Selain itu, pengalaman berinteraksi dengan klien
internasional lebih melatih profesionalisme sejak dini. Mahasiswa belajar
mengelola waktu, memenuhi deadline, serta berkomunikasi dalam standar kerja
global. Portofolio yang mereka bangun selama kuliah menjadi nilai tambah ketika
memasuki dunia kerja formal.
Dengan kata lain, freelance
bukan hanya sekedar ‘kerja sampingan’, melainkan sarana pembelajaran yang
nyata. Ia melatih kedisiplinan, keberanian mengambil keputusan, hingga
kemampuan beradaptasi dengan cepat, keterampilan yang sering kali tidak dapat
diperoleh hanya dari bangku kuliah.
Meski demikian, tidak bisa
dipungkiri bahwa ada konsekuensi dari fenomena ini. Sebagian mahasiswa terlalu
sibuk dengan proyek freelance hingga mengabaikan kewajiban sebagai
seorang mahasiswa. Kehadiran di kelas menurun, tugas tertunda, bahkan IPK bisa
berdampak. Selain itu, perbedaan zona waktu dengan klien luar negeri membuat
sebagian mahasiswa harus begadang demi rapat virtual. Kondisi ini rentan memicu
kelelahan fisik, penurunan konsentrasi, hingga burnout.
Dengan semua peluang dan tantangan
tersebut, kuncinya terletak pada manajemen prioritas. Mahasiswa perlu
menyeimbangkan antara kewajiban akademik dan pekerjaan freelance.
Pendidikan tetap penting, bukan hanya untuk gelar, melainkan untuk membentuk
fondasi berpikir dan jejaring profesional.
Di sisi lain, perguruan tinggi
sebaiknya tidak menutup mata. Justru, tren ini bisa menjadi modal untuk
memperkuat sistem pendidikan. Integrasi kewirausahaan digital, pelatihan soft
skill, hingga inkubasi bisnis berbasis teknologi dapat membantu mahasiswa
memanfaatkan peluang global tanpa harus mengorbankan kuliah.
Freelance global bagi mahasiswa bukanlah ancaman,
melainkan peluang besar. Hal ini membekali generasi muda dengan keterampilan,
kemandirian, dan pengalaman internasional sejak dini. Meski ada risiko yang
perlu diwaspadai, manfaatnya terlalu berharga untuk diabaikan. Akhirnya,
tantangan yang tersisa bukan pada apakah mahasiswa boleh bekerja freelance
sambil kuliah, melainkan bagaimana mereka bisa menjadikan kedua hal itu sebagai
kombinasi yang saling melengkapi, bukan saling mengorbankan.
Penulis: Arsyla Aika Nurrizky Hidayat

Tidak ada komentar