Pemira POLIBAN 2025 Menghadirkan Wajah Baru Demokrasi Kampus
Pemilu Raya atau yang biasa
disingkat Pemira merupakan ajang demokrasi tahunan di lingkungan kampus yang
bertujuan untuk memilih Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presiden
Mahasiswa (Wapresma) secara langsung oleh mahasiswa aktif. Melalui Pemira, mahasiswa
diberikan ruang untuk menyalurkan hak pilihnya dan turut serta dalam menentukan
arah kebijakan organisasi mahasiswa tingkat kampus.
Pemilu Raya (Pemira) POLIBAN tahun
2025 telah resmi usai. Proses panjang yang melibatkan berbagai tahapan ini
mendapat sorotan luas, terutama karena penerapan sistem e-voting dan
perubahan format dari aklamasi ke sistem koalisi. Ketua Pelaksana Pemilu Raya,
Junaidi, menjelaskan sejumlah aspek penting dari penyelenggaraan Pemira kali
ini.
Junaidi mengungkapkan bahwa
rangkaian Pemilu Raya tahun ini terdiri dari 11 agenda besar, dimulai dari
Sosialisasi 1 pada 12 April 2025, tes wawancara pada 25–26 April, hingga
pengumuman hasil pada 26 Mei 2025. “Semua agenda ini dirancang agar proses seleksi
dan pemilihan presma dan wapresma berjalan objektif dan transparan,” jelasnya.
Salah satu perubahan signifikan
adalah sistem pemilihan yang kini menggunakan e-voting. Menurut Junaidi,
sistem ini memudahkan mahasiswa untuk memilih dari mana saja tanpa harus datang
ke TPS. “Mahasiswa cukup login ke web dengan NIM dan password NISN@Mhs. Suara
langsung dihitung otomatis,” ungkapnya.
Namun demikian, tantangan tetap
ada. Junaidi mengakui bahwa waktu pelaksanaan yang sangat singkat antar agenda
menjadi hambatan utama. “Jarak antar agenda hanya 1–2 minggu, jadi panitia
harus bekerja ekstra cepat dan efisien,” katanya.
Dari sisi pengawasan, Dewan
Perwakilan Mahasiswa Poliban melibatkan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang
dibentuk dari perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ), dan mahasiswa umum untuk menjaga netralitas. Panwaslu bertugas
mengawasi jalannya proses, menindak pelanggaran, hingga menerima laporan dari
pihak yang merasa dirugikan.
Pemira tahun ini juga diwarnai oleh
dinamika antar pasangan calon. Salah satu calon dilaporkan mencuri start
saat proses pencarian koalisi, dan hal ini berujung pada gugatan resmi. “Kami
menyelesaikannya melalui sidang gugatan internal,” tutur Junaidi.
Saat ditanya soal tingkat
partisipasi mahasiswa, Junaidi menilai bahwa antusiasme cukup tinggi dalam
kegiatan pra-pemilihan, tetapi sedikit menurun saat tahap voting. Ia menduga
hal ini disebabkan oleh kurangnya interaksi langsung akibat penggunaan sistem online.
Penulis: Dea Amanda, Muhammad Rayyan Aziqro

Tidak ada komentar